Cari Blog Ini

Selasa, 08 Februari 2011

Dampak Limbah Pabrik Semen Masih Dikeluhkan


Kendati dalam setahun terakhir frekuensi emisi debu pabrik Semen
   Cibinong di Desa Narogong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor sudah
   jauh berkurang, penduduk beberapa desa sekitar lokasi pabrik masih
   mengeluhkan dampak limbah debu bagi kesehatan mereka.Menurut
   pengamatan Kompas, Jumat (8/9), Desa Klapanunggal dan Narogong yang
   terletak dalam radius dua kilometer dari lokasi pabrik ialah desa yang
   paling parah terkena polusi limbah debu. Di beberapa bagian kedua desa
   itu, atap rumah dan daun-daun pohon banyak yang tertutup warna
   abu-abu.
   
   Safuan (53), tokoh masyarakat Narogong menuturkan, sebenarnya sejak
   tahun lalu debu yang dibuang dari pabrik terasa lebih sedikit.
   Pembuangan debu dalam jumlah besar tidak sesering tahun-tahun
   sebelumnya. Hujan debu terakhir, terjadi dua bulan lalu. Sekarang
   tumpukan debu tidak terlalu tebal karena hujan sudah kerap turun.
   
   Akan tetapi, jika hujan debu terjadi -seperti dua bulan lalu- penduduk
   setempat bisa merasakan jatuhnya butir-butir debu hingga pada kulit
   mereka. "Kalau digaruk atau digosok kerap menimbulkan gatal-gatal,"
   katanya.
   
   Selain di Desa Narogong dan Klapanunggal, limbah debu tampak mencemari
   pula Desa Lembukuning. Dudung, seorang sopir angkutan kota menuturkan,
   di musim kemarau hujan debu bisa sampai ke Desa Babakan yang berjarak
   tiga kilometer dari pabrik. Ia menuturkan, hujan debu sudah terjadi
   sejak lama, namun puncaknya terjadi paruh kedua tahun '90-an. Ketika
   itu, pihak Semen Cibinong bahkan pernah memberikan kompensasi berupa
   pembagian susu bagi masyarakat sekitar. "Biarpun belum pernah dapet,
   saya dengar begitu. Sekarang kompensasi itu sudah tidak ada lagi,"
   tambahnya.
   
   Pada umumnya, keluhan penduduk mengenai hujan debu berkisar pada
   alergi berupa gatal pada kulit, batuk, serta jemuran yang selalu
   tertutup debu ketika diangkat. "Meski sudah disetrika, kadang-kadang
   tetap terasa gatal," jelas seorang ibu pemilik wartel di Klapanunggal.
   
   Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Klapanunggal Dr Zulvana
   Rachel yang ditemui terpisah, tidak bersedia menyebutkan berapa pasien
   yang menderita gatal-gatal atau batuk akibat debu. Namun ia mengakui,
   di antara pasiennya ada yang datang dengan keluhan gatal-gatal pada
   kulit. Namun, ia tidak berani memastikan apakah mereka menderita
   penyakit yang disebabkan oleh polusi debu pabrik semen. "Itu masih
   dugaan, harus dibuktikan dulu," ujarnya.
   
   Menurut catatan Kompas, pabrik Semen Cibinong di Desa Narogong
   memproduksi 2,6 juta ton semen per tahun. Terakhir, pembaharuan
   seluruh alat penyaring debu dilakukan tahun 1990 dengan investasi Rp
   11 milyar.
   
   Lumayan
   
   Sementara itu, penanganan polusi emisi debu PT Indocement Tunggal
   Prakarsa Tbk (PT ITP) dinilai lumayan. Kalau tiga atau empat tahun
   lalu, genting-genting rumah cukup tebal oleh debu, kini tidak lagi,
   terkecuali jika terjadi kemarau panjang.
   
   Dua warga Desa Puspanegara, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, yang
   bekerja sebagai penjual minuman dingin dan ketoprak di depan Puskesmas
   Citeureup, Aswar (39) dan Sarwan (41) menilai, Sekarang hujan abu itu
   kadang-kadang saja. Makanya, genting-genting juga tidak terlalu banyak
   abunya.
   
   Ketika ditanya, apakah polusi debu itu mengganggu kesehatannya, Sarwan
   menjawab tidak. "Kalau mengganggu kesehatan, dari dulu, penduduk di
   sini pasti sudah demo," tukas Sarwan.
   
   Aswar dan Sarwan menilai, keberadaan PT Indocement dinilai banyak
   membantu meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar.
   
   "Hampir semua penduduk di sini kerja di Indocement. Gajinya juga, saya
   dengar lumayan tinggi," kata Sarwan.
   
   Kepala Puskesmas Citeureup dr Gusmedi Alibasyah, yang ditemui terpisah
   mengemukakan, untuk memastikan apakah polusi emisi debu yang
   dihasilkan PT Indocement membahayakan kesehatan atau tidak, diperlukan
   penelitian intensif.
   
   Akan tetapi, berdasarkan pengalamannya menjadi dokter Puskesmas di
   Citeureup selama empat tahun, ia menilai tidak ada tanda-tanda yang
   cukup signifikan bahwa polusi emisi debu yang dihasilkan secara
   langsung mempengaruhi kesehatan penduduk sekitar pabrik.
   
   Menurut Gusmedi, bila dilihat berdasarkan pola penyakit pengunjung
   Puskesmas, tidak ditemukan tanda-tanda cukup signifikan. Dari sekitar
   250 pasien yang berobat ke Puskesmas setiap harinya, yang menderita
   penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) memang cukup tinggi.
   Akan tetapi, persentasenya tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan
   saat ia melakukan praktik di Kecamatan Leuwiliyang, Kabupaten Bogor,
   tempat yang tidak memiliki pabrik semen.
   
   Sementara itu, Staf Senior Manajemen Lingkungan, Kesehatan, dan
   Keselamatan PT Indocement, Dr L Meily Widjaja MSc, mengatakan untuk
   meningkatkan kualitas penanganan polusi emisi debu, perusahaan
   merencanakan melakukan pembaharuan alat.
   
   "Sekarang alat yang digunakan oleh Indocement ialah Electrostatic
   Praecipitator seharga Rp 55 milyar, yang memiliki daya serap debu
   sebesar 90,99 persen. Akan tetapi, untuk lebih memaksimalkan kerjanya,
   mulai tahun depan sampai tahun 2004 akan dilakukan pembaharuan secara
   bertahap," tandas Meily Widjaja. (p02/p10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar