Cari Blog Ini

Selasa, 11 Januari 2011

Penyebab kerusakan hutan di Kalimantan Selatan

INI BEBERAPA CONTOHNYA!!!!!
Penebang Liar
Di masa orde lama istilah “penebang liar” tidak pernah dikenal khususnya di daerah Paramasan Bawah. Kalau masyarakat penghuni kawasan hutan berladang untuk mencukupi keperluan pangan beras, maka untuk keperluan hidup lainnya mereka memanfaatkan sumberdaya hutan lainnya.
Sebelum negeri ini merdeka masyarakat sudah mengenal dan memanfaatkan hasil hutan dengan menebang secara manual atau cara tradisional. Perdagangan hasil hutan berupa kayu saat itu dilakukan secara barter dalam skala lokal. Kayu sebagai bahan bangunan rumah tinggal hanya kulitnya saja yang dapat mereka ambil karena minimnya teknologi dan keterampilan mereka masa itu.
Masyarakat dengan cara manual tidak mampu mengambil kayu yang jaraknya melebihi 500 m dari anak sungai apalagi kalau sudah dibatasi bukit. Berdasarkan data yang ada sejak tahun 1980 tidak pernah terjadi dampak negatif dari aktivitas pemanfaatan hutan oleh masyarakat di hutan Kalimantan yang mengganggu lingkungan hidup baik kehidupan flora, fauna dan bagi masyarakat. Begitu pula tentang kebakaran hutan dan kabut asap hingga tahun 1980 belum pernah menyaksikan langsung atau mendengar ceritanya.

Ladang Berpindah
Sebagaimana kita maklumi di daerah Kalimantan Selatan kualitas sumberdaya lahan dan tanah untuk pertanian di perbukitan sangat kurang, sehingga apabila sudah ditanami dua sampai tiga kali terulang lahan tersebut tidak potensial lagi, ditambah dengan teknologi pertanian yang sangat tradisional. Karena itulah masyarakat yang dipimpin Kepala Padang (Kepala Ladang) membuka hutan lagi untuk lahan pertanian baru demi kelangsungan hidup mereka.
Proses tradisional ini sudah berlangsung ratusan tahun atau semenjak manusia Kalimantan mulai berbudaya hingga sekarang ini. Sepengetahuan IMPAS-B hingga penghujung tahun 80-an tidak ada dampak negatif dari aktivitas ladang berpindah karena sewaktu pembakaran lahan masyarakat selalu siap di sekeliling tepian hutan (dalam arti jangan sampai hutan ikut terbakar).
Berladang bagi masyarakat Dayak Kalimantan (penghuni hutan) hanya sekadar untuk mencukupi keperluan pangan saja, tidak sebagai usaha komersial, dan mereka mencukupi kebutuhan lainnya dengan mengambil apa saja yang bernilai ekonomis yang ada di hutan. Peladang berpindah selalu membuka hutan baru berdasarkan perkiraan musim atau iklim. Menurut pengamatan dan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab masyarakat Dayak Kalimantan yang menghuni hutan, berladang bagi mereka adalah keharusan alami.
Bekas ladang di tepian hutan yang ditumbuhi rumput dan tanaman muda merupakan lahan santapan yang sangat diperlukan marga satwa penghuni rimba raya sehingga menjadikan kawasan ini sebagai ekosistem yang sangat harmonis. Terlihat adanya ketergantungan antara manusia, tumbuhan dan hewan. Flora menghidupkan fauna dan fauna menebarluaskan flora.
Ladang berpindah sebenarnya tidak merusak lingkungan yang berarti walaupun ada tetapi tidak sebagai penyebab utama kerusakan hutan, karena sewaktu membakar lahan selalu dijaga dan secara emosional mereka memiliki kearifan ekologis terhadap lingkungan sebagai tempat mencari penghidupan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar