Cari Blog Ini

Selasa, 11 Januari 2011

Dampak terjadinya kerusakan hutan di Kalimantan Selatan

Hutan perawan sebagaimana di uraikan di atas dengan kerapatan utuh 100 persen maka sinar matahari tidak dapat menembus ke bawah sehingga daun-daun lapuk selalu basah walau di musim kemarau sekalipun sehingga tidak mudah dilalap api. Jika hutan itu terbuka dalam hamparan yang luas seperti pasca eksploitasi HPH, dengan kerapatan dibawah 50 persen maka akan mudah terbakar. Akibatnya dedaunan busuk dengan humus yang tebal, ranting dan dahan yang kering lekang sehingga dengan pemantik kecil saja kawasan ini segera terbakar.
Keadaan hutan yang sudah longgar, pohon-pohon besar dan kecil ditebang dan tidak ada regenerasi berdampak pada perairan terutama anak-anak sungai akan banjir besar dan menerima debit air yang melebihi kapasitas normal. Sungai yang dahulunya tidak bisa meluap dan begitu bersahabat sekarang sebaliknya, seperti banjir di Martapura, Kabupaten Banjar tahun 2006. Sedangkan di musim kemarau persediaan air sangat kurang.
Fakta di atas menunjukkan bahwa kawasan hutan bukit dan pegunungan di Kalimantan sudah kurang fungsinya sebagai penahan air agar secara perlahan-lahan mengalir ke muara sungai. Yang kita khawatirkan jika musim hujan tiba dengan curah hujan sangat tinggi yang merupakan siklus sepuluh tahunan maka air akan tertumpuk di daerah muara tepatnya di daerah Banjarmasin dan Barito Kuala. Genangan air ini bisa bertahan lama 1 sampai 2 minggu atau lebih karena arus air ke muara tertahan pasang surut sedang kiriman air dari hulu sungai martapura terus berlangsung apalagi di muara juga terjadi hujan.
Analisis ini di tahun-tahun mendatang jika benar terjadi berakibat pengungsian penduduk secara massal, karena usaha penduduk mati total di saat banjir. Lahan sawah, kebun dengan segala infrastrukturnya tergenang dalam waktu cukup lama. Kawasan rawa yang kami maksud sebagai tempat menumpuknya air kiriman dari pegunungan sebenarnya bukan hanya di selatan Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala, tetapi akan terjadi di seluruh kawasan rawa yang diapit pegunungan Muller, Schawanner, dan pegunungan Meratus. Kawasan ini adalah kawasan persawahan pasang surut dan pemukiman penduduk.
Dampak bagi daerah selatan atau kawasan pasang surut seperti Kota Banjarmasin dan sekitarnya, air pasang akan bertambah tinggi bisa menjangkau naik ke dalam rumah penduduk dan menggenangi jalan-jalan raya. Apalagi jika kita ingat analisis seorang akademisi Unlam ketika Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalteng digulirkan yang menyatakan tunggu saja limpahan air dari hulu akan menenggelamkan dataran yang lebih rendah (dan sialnya Banjarmasin adalah kawasan rendah yang lebih dekat ke laut Jawa).
Benar atau tidaknya analisis ini seyogiyanya menyadarkan kita akan bahaya yang mengancam berupa banjir atau genangan air besar-besaran akibat dari rusaknya tatanan hutan, bukan bermaksud menakut-nakuti dengan mendramatisir masalah apalagi memprovokasi tetapi lebih pada warning bahwa penyelamatan hutan merupakan tanggung jawab kita bersama kepada Tuhan bagi anak cucu dikemudian hari.
Air sungai, utamanya Sungai Barito terlalu sering surut dan mengalami penurunan fungsi sebagai alur transportasi vital. Terganggunya fauna, terutama habitat perairan bagi ikan. Sangat susah mendapatkan beberapa species ikan di Sungai Barito bahkan di kawasan anak sungai.
Dengan sedikit curah hujan bisa mendatangkan luapan sungai-sungai kecil, kebakaran hutan dan lain-lain. Dampak negatif dari kerusakan hutan dan lingkungan yang akan kita wariskan kepada generasi penerus, anak cucu kita haruslah diantisipasi semaksimal mungkin.
Mempertimbangkan ancaman yang akan datang sebagai mana analisis kami di atas maka kami mengimbau jajaran aparat terkait dan lingkungan hidup, kehutanan, pemegang HPH, cendekiawan, kelompok akademisi, MAPALA, KPA dan LSM serta tokoh masyarakat Kalsel terutama pihak-pihak yang mencurahkan perhatiannya kepada kelestarian alam, marilah kita sama-sama berdialog, duduk bersama mencari solusi terbaik tentang tata cara mengelola sumberdaya alam ini secara baik, arif bijak dan ramah lingkungan.
Pulau Kalimantan dengan kawasan rawa pasang surut yang luas sangat rawan banjir menjadi genangan yang luas jika kawasan hulu, bukit dan pegunungan tidak mendapat perhatian serius. Save our trofical forest, save our life. Karena betul “…bahwa hutan dan aturan yang terdapat didalamnya adalah sekolah terbaik bagi manusia….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar